Dalam kehidupan ini, setiap orang ingin mendapatkan keamanan dan kekuatan yang tak terbatas, bahkan demi mendapatkannya berbagai cara ditempuh termasuk melakukan ritual dan pemujaan terhadap roh-roh jahat atau benda-benda bertuah. Salah satu orang yang terjebak adalah Baskami Tarigan, sejak kecil ia sudah diperkenalkan oleh sang ayah dengan dunia gelap itu.
“Suatu hari dia sudah menyiapkan ramuan, dia membaca mantra sambil memegang keris. Lalu keris itu dicelupkan ke bahan yang sudah dipersiapkan, lalu air itu saya minum. Disitulah mulai ilmu itu diberikan kepada saya.”
Namun dampak dari ilmu-ilmu yang ia warisi dari sang ayah membuat Baskami menjadi pribadi yang keras dan mudah emosi.
“Dalam tubuh ini ada hawa panas yang mudah sekali buat saya emosi. Orang menatap muka saya saja langsung ada rasa marah. ‘Jangan-jangan orang itu ada dendam sama saya..’ Pemikiran seperti itu ada terus dalam diri saya dan membuat saya mudah emosi dan sering berkelahi.”
Baskami mewarisi benda-benda bertuah dari sang ayah, yaitu : cincin, gelang dan kalung. Berbekal warisan sang ayah tersebut, Baskami dengan percaya diri membawa istrinya merantau ke kota Jakarta.
“Saya bekerja di terminal Pulo Gadung, dan dipercayakan untuk mengusasi tempat itu. Istilahnya sebagai preman. Sering sekali saya berkelahi dan tiap hari saya mabuk. Jadi setiap kali saya pulang dari terminal, saya sudah mabuk.”
Prilaku Baskami ini tidak pernah di duga oleh istrinya. Sewaktu masa pacaran dulu, ia adalah sosok pria alim dan jujur. Tapi setelah satu bulan menikah, semua rahasia Baskami tersingkap di mata istrinya. Tidak hanya menjadi sosok yang menyeramkan di mata lawan-lawannya, Baskami juga merupakan sosok mengerikan di mata anak-anak dan istrinya. Tidak perduli anak-anaknya masih balita, jika ia marah, ia memukul dan menendang mereka tanpa rasa iba.
“Disitu saya merasa kecewa sekali,” ungkap Minah Susanti istri Baskami. “Satu hal yang membuat saya tidak lari dari dia itu, karena itu adalah pilihan saya.”
Hingga suatu hari, sebuah kesempatan terbuka bagi Baskami untuk bekerja di Korea. Ia akhirnya memutuskan untuk meninggalkan istri dan anak-anaknya serta mencoba keberuntungannya di negeri gingseng tersebut.
“Ketika disana, ada perasaan rindu sama istri dan anak-anak saya. Ada penyesalan yang muncul, saya ingat perlakuan saya pada istri dan anak-anak saya. Disitulah saya mulai ingat Tuhan. ‘Tuhan mengapa semua ini bisa terjadi? Kenapa saya harus pisah sama anak-anak dan istri saya?’ Saat itu saya ingat ada bingkisan yang diberikan oleh istri dan anak-anak saya. Saya buka koper, ternyata isinya Alkitab. Alkitab itu saya baca, disitulah saya mulai meneteskan air mata. Saya menangis. Selama saya memiliki ilmu itu, berapa kalipun berantam, atau seperti apapun masalah yang saya alami, saya tidak pernah menangis.”
Cara Tuhan bekerja memang tidak dapat terselami, di negeri yang jauh itu, Baskami merasakan kasih mulai mengalir di hatinya bagi istri dan anak-anaknya.
“Ketika saya berbicara kepada istri (melalui telephone – red), yang pertama saya katakan adalah saya minta maaf. Saya katakan kalau saya rindu kepada mereka. Saya rindu kepada anak-anak dan saya menangis,” tutur Baskami.
“Baru pertama kalinya itu dia bilang sayang sama saya,” demikian pengakuan Minah. “Mendengar dia bilang sayang, luar biasa air mata saya keluar. Karena selama saya bersama dia, ngga pernah dia panggil saya sayang.”
Kata-kata sederhana yang diucapkan Baskami itu memulihkan hubungannya dengan istri dan anak-anaknya. Bahkan mulai muncul dalam hati Baskami untuk mencari wajah Tuhan lebih lagi.
“Tidak ada ketenangan dalam hati saya. Saya tanya-tanya sama orang Korea di tempat kerja saya dimana ada gereja di sini. Lalu dia tunjukkan. Saya sempat bergumul di sana. Saya berdoa disana, ‘Saya minta ampun Tuhan, kenapa saya harus pisah sama istri dan anak saya.’ Suatu kali ada seorang pendeta yang berkotbah mengatakan bahwa Yesus datang untuk membawa perubahan. Ketika dia berkotbah itu, saya sadar bahwa sesungguhnya saya perlu Yesus. Sesungguhnya hanya Yesuslah yang sanggup mengubahkan hidup saya, dan itulah yang saya cari. Disanalah saya mulai mengerti siapa diri saya sebenarnya, dan disanalah saya mengerti bahwa apa yang selama ini saya lakukan salah. Akhirnya saya melakukan pemutusan kutuk, baru setelah itu saya merasakan kedamaian.”
Setelah didoakan, Baskami memutuskan untuk membakar semua jimat yang ia miliki. Kini ia telah bebas dari segala ikatan, dan setelah tujuh tahun bekerja di Korea, akhirnya ia kembali kepada keluarganya. Keluarganya yang dulu hancur dan penuh kepahitan karena ulahnya, kini telah dipulihkan oleh kasih Tuhan yang mengalir dalam hidupnya. Sesuatu yang tidak mungkin bagi manusia, mengubahkan seorang preman yang kejam menjadi pria yang lemah lembuh, mungkin bagi Tuhan. (Kisah ini ditayangkan 11 April 2011 dalam acara Solusi di O'Channel).
Sumber Kesaksian:
Baskami Tarigan
Sumber : V110407115021